Pertayaan :
Ada hal yang ingin saya tanyakan abah, semoga abah bisa memberikan jawaban yang menyejukkan hati.
Abah, apabila salah satu anak kita ada yang bukan anak kandung, bagaimana cara menyampaikannya dan kapan waktu yang tepat? apakah saudara 2 lainnya perlu tahu? apakah status ayah/ibu terhadap anak angkat tetap muhrim? apakah saudara2 lainnya tetap muhrim dengan anak angkat? apakah doa orangg tua angkat tetap maqbul seperti doa orang tua kandung? yang terakhir abah, apakah perlu kami mencari ayah kandung apabila besok lusa ingin menikahkan anak angkat?
Maafkan pertanyaan saya yang beruntun abah.. Sebenarnya kata "anak angkat" atau "anak pungut" atau istilah lain selalu menohok ke jantung saya tiap kali orang2 sekitar mungkin inilah yang kami takutkan, jangan sampai si anak mengetahui hal ini dari orang lain yang mulut usil dan mempengaruhi kejiwaannya.. Mohon pencerahan abah..jazakillah..
Wassalam..
TANGGAPAN
Ini perkara yang sangat penting, dan alhamdulillah bisa bertanya di sini. Berikut tanggapan abah:
1. Apabila anak kita bukan anak kandung, kapan memberitahu yang tepat? Sedapat mungkin ketika ia mulai memasuki usia tamyiz, kira-kira 7 tahun anak ini bisa dibertahu. Jangan sampai menunggu ia dewasa. Karena dampaknya bisa jadi jauh lebih berat. Katakan bahwa 'mama papa' nya ada dua. Anak harus dikasi tau orangtuanya. jika masih hidup, anak juga bisa dilihatkan atau diajak juga bertemu dengan orangtuanya.
2. Apakah saudara-saudara lain (yang anak kandung) perlu tahu? Ya wajib diberitahu! Karena ini berkaitan dengan status bahwa anak angkat bukanlah muhrim dengan orangtua angkatnya, termasuk dengan "saudaranya". Penjelasannnya sebagai berikut, mohon dibaca lengkap dan dicerna dengan hati-hati agar tidak setengah-setengah.
Nasab (keturunan karena pertalian darah) adalah pondasi ikatan keluarga yang paling kuat yang bisa menyatukan anggotanya secara permanen dengan berdasarkan pada kesamaan darah, gen dan turunan. Seorang anak adalah bagian dari bapaknya dan begitu pula seorang bapak adalah bagian dari anaknya.Wa huwal ladzii khalaqa minal maa-i basyaran fa ja'alahuu nasabaw wa shihraw wa kaana rabbuka qadiiraa.Dan Dia yang menciptakan manusia dari air, lalu diadakannya pertalian darah dan hubungan perkawinan, dan Tuhan itu Maha Kuasa (Al Furqon: 54).
Oleh karena itu, Islam melarang seorang bapak untuk mengingkari penisbatan anaknya kepadanya, dan melarang seorang ibu untuk menisbatkan anaknya kepada orang yang yang bukan bapaknya. Begitu pula Islam melarang menisbatkan anak-anak kepada orang yang bukan bapaknya. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
Barang siapa yang menisbatkan anak kepada orang tua yang bukan bapaknya padahal ia tahu bahwa ia adalah bukan bapaknya, maka surga haram baginya (HR. Ahmad, Bukhori, Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah.)
Dalam sabda lain disebutkan:
Barang siapa yang menisbatkan anaknya kepada orang yang bukan bapaknya atau membuat pengabdian (mawali) bukan kepada majikan aslinya, maka ia akan mendapatkan kutukan yang berkelanjutan sampai hari kiamat. ( HR. Abu Daud.)
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa sebenarnya sistem tabanny (mengangkat anak) sebaiknya dihindari karena praktik ini sendiri telah dipraktekkan pada masa jahiliyah dan masa awal Islam itu.
Pada masa sebelum kenabian Rasulullah saw, Zaid bin Haritsah adalah seorang hamba sahaya dari suku Kalb yang dibeli Hakim bin Hizam untuk dihadiahkan kepada bibinya Siti khadijah, kemudian ketika Siti Khadijah menikah dengan Nabi Muhammad, ia menghadiahkannya kepada suaminya. Pada saat Bapak Zaid dan pamannya datang untuk meminta Rasulullah menyembalikannya, Rasulullah saw memberikan kebebasan kepada Zaid untuk memilih antara keluarganya atau bersamanya, tapi Zaid memilih untuk tetap bersama Rasulullah saw, kemudian beliau membebaskannya. Sejak itulah orang-orang memanggilnya Zaid bin Muhammad.Tapi keadaan itu tidak berlangsung lama, karena Allah swt telah menurunkan perintahnya yang melarang sistem tabanny dan membatalkan prakteknya, dalam firmanNya: Maa ja'alallahu li rajulim min qalbaini fii jauhfihii wa maa ja'ala azwaajakumul laa-ii tuzhaahiruuna minhunna ummahaa-akum dzaalikum qaulukum bi afwaahikum wallaahu yaquulul haqqa wa huwa yahdis sabiil.
Allah tiada menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya. Dan Dia tidak menjadikan isteri-isteri kamu yang kamu zhihar itu sebagai ibu-ibu kamu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu menjadi anakmu. Itu hanyalah perkataanmu dengan mulutmu saja. Dan Allah mengatakan kebenaran dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (Al Ahzaab 33:4)
Ud'uuhum li aabaa-ihim huwa aqsathu 'indallaahi fa il lam ta'lamuu aaba-ahum fa ikhwaanukum fid diini wa nawaa-liikum wa laisa 'alaikum junaahum fii maa akhtha'tum bihii walaakim maa ta'ammadat quluubuhum wa kaanallaahu ghafuurar rahiimaa.
Panggillah mereka (anak-anak angkat) menurut (nama) bapaknya, hal itu lebih adil pada sisi Allah. Kalau kamu tiada mengetahui bapaknya, mereka menjadi saudara kamu dalam agama dan maula (pengabdi) kamu. Dan tiada dosa atasmu apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Alah Maha Pengampu lagi Maha Penyanyang ( Al Ahzab 33: 5.)
Larangan ini bukan untuk menghalangi umat Islam dalam membantu dan meringankan beban orang lain atau dalam melakukan kebaikan lain, secara khususnya dalam mengurus dan mendidik anak yang tidak ber-orang tua atau mengurus dan mendidik anak yang orang tuanya tidak mampu. Hal itu bisa dilakukan melalui sistem yang disebut dengan istilah takaful atau kafil (pengasuh) anak yang tidak ber-orang tua atau yang berorang tua tapi tidak mempunyai kemampuan mendidik dan mengurusnya.
Jika ingin membantu anak orang lain ini kita bisa menggunakan sistem lain yakni menjadi seorang kafil (orangtua asuh). Menjadi kafil adalah prilaku yang sangat mulya dan mendapatkan kedudukan yang maha tinggi, hal itu terungkap dalam sabda Rasulullah saw: saya dan kafil/pengasuh anak yatim berada di surga seperti ini, beliau menunjukan telunjuk dan jari tengahnya....... HR. Bukhory.
Menjadi kafil anak yang tidak mampu atau menjadi kafil bagi anak yang tidak ber-orang tua adalah alternatif dari menjadi bapak angkat. Menjadi kafil berbeda maknanya dengan menjadi bapak angkat karena menjadi kafil adalah mendidik anak dan mengurus sampai mereka menjadi anak yang dewasa dan mampu TANPA menjadikana anak tersebut sebagai anak kandungnya dan menyamakannya dalam warisan, gen, pertalian darah serta menisbatkan nama anak kepadanya seolah sebagai anak kandungnya (bapak asli).
Biarkanlah ia tetap menisbatkan namanya kepada bapaknya yang asli dan mendapatkan limpahan rizkinya dari kedermawanan bapak pengasuhnya sebagai sedekah dan bukan sebagai warisan karena anak asuh (atau yang dikenal dengan anak angkat) adalah bukan anak kandung dan berbeda dengan anak kandung dalam banyak hal.
Karena anak asuh (anak angkat) bukan sebagai anak sendiri, maka diapun harus diperlakukan sebagai orang non muhrim apabila ia hidup bersama kita (kecuali apabila ia diberi air susu (ASI sejak bayi) walaupun mempunyai kedekatan emosional kasih sayang yang sangat dekat, tapi tetap saja dia adalah non muhrim bagi orang tua asuhnya.
Maka apabila ia telah menjadi dewasa, maka perlakukanlah dia seperti non muhrim, baik dalam hal pernikahan, menjaga aurat, menjaga pergaulan dan lainnya. Apabila ia masih tetap tinggal bersama orang tua asuhnya, maka hal-hal di atas tetap harus diperhatikan dan ditaati. Dan itu bisa dilakukan tanpa berjauhan selama komitmen menjalankan syariat tertanam dalam jiwanya.
Jadi jika anak yang diambil dari orang lain dan bukan anak kandung mau dijadikan mahram, bisa dilakukan dengan jalan memberinya ASI dari orangtua kafilnya dengan alasan bahwa Pertalian muhrim hanya bisa dlakukan dengan 3 jalan:
Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, "Mahrom adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena seba nasab, persusuan dan pernikahan." (Al-Mughni 6/555)
Dalilnya:
A. Mahrom karena nasab (keluarga)
Mahrom dari nasab adalah yang disebutkan oleh Allah Ta'ala dalam surat An-Nur 31:
"Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka,..."
B. Mahrom karena Persusuan
Persusuan adalah masuknya air susu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu. (Al Mufashol Fi Ahkamin Nisa' 6/235) Sedangkan persusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahrom adalah lima kali persusuan pada hadits dari Aisyah radhiallahu 'anha,"Termasuk yang di turunkan dalam Al-Qur'an bahwa sepuluh kali pesusuan dapat mengharamkan (pernikahan) kemudian dihapus dengan lima kali persusuan." (HR Muslim 2/1075/1452, Abu Daud 2/551/2062, tumudhi 3/456/1150 dan lainnya) Ini adalah pendapat yang rajih di antara seluruh pendapat para ulama'. (lihat Nailul Author 6/749, Raudloh Nadiyah 2/175)
Dalil hubungan mahrom dari hubungan persusuan.
" ... juga ibu-ibumu yang menyusui kamu serta saudara perempuan sepersusuan ..." (QS An-Nisa' : 23)
Dari Abdullah Ibnu Abbas radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda; "Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab." (HR bukhori 3/222/2645 dan lainnya)
C. Mahrom karena Mushoharoh
Berkata Imam Ibnu Atsir; " Shihr adalah mahrom karena pernikahan." (An Niyah 3/63)
Berkata Syaikh Abdul Karim Zaidan; " Mahrom wanita yang disebabkan mushoharoh adalah orang-orang yang haram menikah dengan wanita tersebut selam-lamanya seperti ibu tiri, menantu perempuan, mertua perempuan. (Lihat Syarah Muntahal Irodah 3/7)
Dalilnya:
"dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka,..(An- Nur 31) "Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,... (An-Nisa' 22)
"Diharamkan atas kamu (mengawini) ...ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,. ..(QS. 4:23)
3. Sebaiknya, jika ada PASANGAN SUAMI ISTRI yang tidak memiliki anak ingin punya anak cara terbaik adalah menjadi KAFIL bukan menjadi orangtua angkat. Itu pun mengasuh anak-anak yang orangtua tidak ada (yatim, piatu atau yatim piatu). Sedangkan anak-anak yang orangtuanya masih ada, sebaik-baiknya adalah oleh orangtua sendiri. Tapi jika ingin menologn anak yagn tidak mampu tapi orangtua masih ada, kita bisa membantunya tanpa harus mengambil dari orangtuanya.
wallahua'lam bishawwab
Sumber; https://www.facebook.com/notes/yuk-jadi-orangtua-shalih/jadilah-orangtua-asuh-bukan-orangtua-angkat/10150232326785700/